Ujang

CERITA SEX GAY,,,,
Ujang

Dalam perjalanan dengan kereta api Turangga yang membawaku dari Surabaya menuju ke Bandung, dalam benakku berkecamuk dengan bermacam-macam pikiran yang belum tentu terjadi dan menjadi kenyataan, karena baru pertama kalinya aku pergi jauh seorang diri, tanpa seorang teman pun. Dan baru pertamakalinya aku akan mengunjungi rumah oomku (adik dari ibuku) setelah sekian lama aku tidak pernah berjumpa dengan beliau. Dalam masa liburan seperti saat ini apa yang harus kulakukan selain jalan-jalan untuk menyegarkan kembali pikiranku yang begitu suntuk ini. Setelah semalam aku tersiksa dengan pikiranku sendiri, akhirnya pagi itu kereta sudah sampai di stasiun Bandung dan aku harus meneruskan perjalananku dengan angkutan umum menuju ke puncak, karena aku memang tidak memberitahu oomku kalau aku akan berlibur di rumahnya, karena aku memang tidak ingin merepotkannya sehingga tidak ada jemputan untukku, disamping itu aku ingin memberi kejutan buat oomku.

Setelah melalu perjalanan hampir dua jam karena kendaraan yang aku tumpangi sering berhenti untuk mencari penumpang, maka akhirnya aku sampai juga ke villa oomku setelah hari menjelang siang. Aku masuki halaman villa oomku dengan harap-harap cemas, bagaimana seandainya oomku tidak ada di villanya melainkan sedang mengurus bisnisnya di Jakarta, dengan langkah pasti kutapaki jalan dengan batu kali di halaman rumahnya. Kuketuk pintunya dan tak lama kudengar langkah kaki mendekati pintu rumah kayu jati itu.

“Selamat siang, Oom,” sapaku.
“Eh, kamu Adi yaa?”
“Bener, Oom.”
“Udah gede yaa kamu, ganteng lagi,” kata oomku.
“Hmm,” gumanku sambil kepalaku membesar karena dapat pujian dari oomku.
Cerita Gay http://ceritakita.hexat.com
“Ayo masuk!”
“Terima kasih, Oom.”
“Kamu dateng ke sini sama siapa?”
“Sendirian aja Oom.”
“Untung saja Oom belum berangkat ke Jakarta, karena nanti siang ada meeting dengan staff-nya Oom.”

Hampir saja kekwatiranku menjadi kenyataan, apa jadinya kalau oomku sudah berangkat ke Jakarta, aku kan bisa jadi orang gelandangan di sini.
“Nggak apa-apa khan kamu sendirian di sini?” kata oomku lagi.
“Biar nanti kamu ditemani si Ujang, pembantu sekalian merangkap tukang kebun yang mengurus villa ini, akan oom panggil dulu yaa si Ujang,” jelas oomku.
“Baiklah, Oom, tapi Adi nggak merepotkan Oom khan?” jawabku.
“Oh, tidak, santai saja, anggap villa ini seperti rumah kamu sendiri, kalau kamu perlu sesuatu tinggal suruh si Ujang untuk membantu kamu, oke?”
“Bentar yaa!”
“Jaang, Ujaang..” teriak oomku.

Tak lama kemudian datang seorang pemuda dengan postur tubuh kekar, padat berisi dengan kulit hitam seperti binaragawan yang terbentuk oleh alam dan wajahnya ganteng juga, taksirku dalam hati.
“Jang, ini Adi keponakan saya yang baru saja datang dari Surabaya, karena saya akan ke Jakarta selama beberapa hari, maka kamu temani Adi dan kamu bantu untuk memenuhi semua keperluan Adi yaa!” jelas oomku kepadanya.
“Baik, Gan,” jawab Ujang.
“Oke, Adi oom berangkat dulu yaa dan semoga kamu kerasan di sini yaa.”
“Baik Oom, selamat jalan dan hati-hati di jalan yaa!”

Lalu kamu bertiga keluar ke halaman untuk mengantar oomku menuju ke mobilnya yang sudah disiapkan di depan pintu. Ketika mobil mulai bergerak menuju ke arah jalan raya, kulambaikan tanganku untuk oomku dan oomku juga membalasnya dari dalam mobilnya, setelah mobil belok ke arah jalan menuju ke Jakarta hingga tidak tampak lagi dari pandangan mataku, maka aku segera masuk kembali ke ruang tamu diiringi oleh Ujang yang juga berjalan di belakangku. Setelah aku duduk di sofa panjang, Ujang berjalan menghampiriku dengan perasaan tidak menentu, aku berusaha untuk menahannya untuk tidak mulainya secepat itu. Sehingga kudengar suara Ujang yang mengejutkan aku.

“Den, mau minum apa?” katanya.
“Apa kamu bilang, Den?”
“Ih, jangan panggil aku Aden, risih nih di telinga,” kataku.
“Habis mesti panggil apa, Den?” lanjut Ujang.
“Nah, itu lagi panggil Den lagi.”
“Jang, umur kamu sekarang berapa sih,” tanyaku.
“Delapan belas, Den,” jawabnya.
“Oke, karena kamu lebih muda dua tahun dariku, gimana kalau kamu panggil aku Mas Adi saja!”
“Baik, Den eh Mas Adi,” jawab Ujang.
“Oke Jang, aku mau minum minuman yang hangat!”
“Baik, Mas..” jawab Ujang dengan ragu-ragu karena belum biasa dengan panggilan itu.

Tak lama kemudian Ujang sudah muncul dengan segelas susu coklat yang membangkitkan selera dengan aroma coklatnya yang sedap itu. Setelah Ujang menaruhnya di atas meja yang ada di depanku, maka dia segera mohon pamit untuk membersihkan dan menyiapkan kamarku yang telah ditunjukkan oleh oomku tadi sebelum beliau berangkat ke Jakarta. Kuikuti langkah kaki Ujang yang mempesona diriku itu sampai hilang di balik pintu. Aku merenung, membayangkan tubuh Ujang bila tanpa selembar pakaian pun, keras dan padatnya tubuhnya dan terlebih lagi anunya seberapa yaa? Dalam anganku yang ngelantur itu akhirnya aku tersenyum sendiri dan tanpa kusadari Ujang telah selesai membereskan kamar yang akan kutempati.

“Ih, Mas Adi ngelamun yaa sambil senyum-senyum sendiri,” goda Ujang mulai berani.
“Ah, nggak kok,” tangkisku.
“Iya tuh, buktinya Ujang sudah lama berdiri di sini, Mas Adi nggak tahu tapi terus senyum sendiri,” lanjutnya lagi.
“Ya udah aah.”
“Eeng, anu Mas, kamarnya udah siap, silakan masuk dan beristirahat, pasti Mas Adi lelah yaa sehabis melakukan perjalanan semalam.”

Dengan langkah gontai aku berjalan di belakang Ujang sambil menenteng tasku yang lumayan berat. Ketika aku masuk ke kamar yang telah disiapkan untukku, ternyata ada sebuah tempat tidur dari kayu jati dengan ukuran king size, dan perabotannya semua dari kayu jati, lumayan luas juga kamar tidur ini dengan ukuran 4 X 4 meter, dengan lantai dari kayu juga dan dilapisi dengan permadani dari Persia untuk menambah kehangatan suasana.

Lalu kataku pada Ujang, “Jang, entar malem kamu temani aku tidur di sini, yaa!”
“Aah nggak, aah.”
“Napa?”
“Ujang takut dimarahi sama Agan,” katanya.
“Bukannya, Aganmu lagi ke Jakarta, dan lagi aku kan sendirian di sini, aku butuh teman untuk ngobrol sebelum tidur.”
“Baik, Mas, sampai nanti malem yaa, saya mau membersihkan kebun belakang, silahkan Mas Adi bersitirahat atau mungkin mau jalan-jalan ke kebun belakang,” kata Ujang.
“Oke, Jang, sampai nanti malam yaa.”

Setelah sejenak aku menikmati suasana di dalam kamar itu, maka kuputuskan untuk membersihkan diriku agar rasa penat dan lesu hilang dari tubuhku, kulepaskan satu persatu pakaianku dan aku berdiri tepat di depan kaca dengan ukuran dua meter lebih yang ada di lemari pakaian itu. Aku pandangi bayangan tubuhku yang polos itu di kaca, ternyata aku juga tidak terlalu kerempeng bila dibandingkan dengan Ujang, dan kulitku lebih putih dibandingkan dengan Ujang, dan batang kemaluanku yang mulai menegang sepanjang 17 cm dengan kepala yang kemerahan apa sama ya dengan panjangnya batang kemaluan si Ujang sambil kukocok terus batang kemaluanku sambil membayangkan menggeluti tubuh hitam si Ujang sampai mencapai puncaknya, dan.. “Ooohh, aaucchh eenaakk Jaang.. Aaayoo laggii Jaanng..” racauku sendirian dalam mencapai nikmat dari onaniku di depan kaca, setelah rasa nikmat itu berangsur-angsur hilang segera aku masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Kuputar keran air hangat untuk mengisi Bathup yang ada di dalam kamar mandi itu, kutenggelamkan diriku dalam air hangat sambil meremas-remas batang kemaluanku yang akhirnya menegang kembali karena siraman air hangat dan kukocok kembali sampai keluar lagi dan akhirnya aku berdiam diri di dalam bak air hangat itu sambil kurasakan sisa-sisa kenikmatan yang baru saja kudapatkan dengan membayangkan sedang bermain dengan si Ujang.

Setelah cukup lama aku berendam dalam air hangat, kemudian aku segera mengenakan pakaian yang cukup santai, setelan celana tiga perempat yang gombor dengan kaos oblong putih, aku berniat untuk tiduran, akan tetapi karena sehabis berendam dengan air hangat dan badanku terasa segar kembali maka akhirnya aku memutuskan untuk jalan-jalan saja ke kebun teh yang terhampar luas di belakang villa ini. Hitung-hitung untuk refreshing dan mencari pemandangan hijau yang tidak pernah kudapatkan di Surabaya yang panas itu.

Langkah demi langkah aku menapaki jalan yang naik-turun dibukit-bukit itu. Sepanjang jalan ini aku mencari-cari satu sosok yang telah menyita perhatianku, akan tetapi aku tidak menemukannya. Sampai tengah hari akhirnya aku putuskan untuk kembali lagi ke villa itu, karena aku merasa lapar sekali. Aku masuki rumah masih sepi seperti tadi ketika aku meninggalkannya, tidak ada sosok Ujang yang sedang kucari menampakkan diri. Kuhampiri meja makan yang ada di bagian belakang rumah itu, ketika kubuka tutup saji, ternyata semua keperluan makan siangku sudah tersaji di sana dan masih hangat lagi, ada telor mata sapi kesukaanku, sambal lalapan yang menjadi ciri khas orang Jawa Barat, ikan asin yang membangkitkan selera makan dan masih ada beberapa lauk pauk lagi. Karena aku merasa sangat lapar sekali langsung saja kuserbu makanan yang tersedia di meja itu tanpa harus permisi dulu, kalau mau permisi yang harus kepada siapa yaa, kataku dalam hati.

Setelah aku menikmati makan siangku seorang diri, sampai aku merasa kenyang sekali, aku menuju ke ruang tamu, duduk di sofa panjang dan berusaha untuk mencari bahan bacaan untuk menghabiskan waktu, akan tetapi aku tidak menemukannya. Dengan demikian timbul keisenganku untuk melihat-lihat ruang-demi ruang yang ada di rumah ini. Aku mulai dari ruang yang berada paling depan sendiri, setelah pintu kubuka dan ternyata tidak terkunci, kulonggokan kepalaku ke dalamnya, ternyata ini adalah merupakan kamar tidur pribadi oomku, kamarnya lebih luas dan perabotannya lebih mewah dibandingkan dengan kamar yang aku tempati, kemudian ruang yang kedua adalah kamar yang aku tempati, sekarang aku menuju ke ruang ketiga yang lebih kecil lagi. Di dalamnya ada sebuah tempat tidur dengan ukuran satu orang saja, sebuah meja dan sebuah lemari kecil. Semuanya dalam keadaan rapi, bersih dan kosong alias tidak ada yang menempatinya, kemudian aku melangkahkan kakiku menuju ruang selanjutnya setelah keluar dari rumah induk, ada satu ruangan yang terkunci dengan gembok di depannya dan aku memastikan bahwa itu adalah gudang barang-barang yang tidak terpakai, kemudian sebelahnya ada dapur, kamar mandi kecil dan sebelahnya ada WC kecil juga, kemudian ada jalan berbelok menuju satu lorong kecil yang tidak panjang dan di ujung lorong itu ada sebuah pintu dalam keadaan terbuka sedikit.

Aku menghampiri pintu itu dengan perlahan-lahan dan kulihat ke dalam, dan.. “Oh, My God!” ternyata ruangan ini adalah kamar Ujang, cukup sempit sekitar 2,5 X 3 meter saja, yang ada hanya sebuah tempat tidur kayu yang sederhana, sebuah meja kecil dan lemari kecil dan yang paling menarik perhatianku adalah di atas tempat tidur tergeletak tubuh kekar, padat berisi dengan bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana dalam, dengan nafasnya yang teratur turun-naik. Ternyata Ujang kelelahan sehabis membereskan kebun dan memasak makan siang untukku, tapi ada satu bagian yang paling menarik perhatianku, yaitu jendolan yang cukup besar di selakangannya yang kadang-kadang bergerak seolah mengangguk-angguk. Tanganku sudah gatal sekali untuk menyentuh jendolan itu. Timbul peperangan dalam batinku untuk menyentuh jendolan itu saat Ujang sedang terlelap dalam tidurnya atau menunggu saat yang indah sampai nanti malam. Kalau nanti malam Ujang tidak mau dipegang bagaimana? Kan hilang kesempatan untuk merasakan jedolan si Ujang, kata hatiku yang lain.

Akhirnya, aku membatalkan untuk menyentuh jendolan Ujang, kututup kembali pintu kamarnya dan aku balik menuju kamarku sambil pikiranku terus tertuju pada jendolan itu, aku merusaha memejamkan mataku, tapi yang timbul justru bayangan jendolan milik Ujang yang menari-nari di pelupuk mataku, sampai akhirnya aku terlelap dengan sendirinya. Aku terbangun, kulihat jam yang ada di dinding, ternyata waktu sudah menunjukkan hampir pukul 18.00, cukup lama juga aku tertidur siang ini. Segera aku menuju ke kamar mandi dan kubersihkan diriku akan tetapi kali ini aku tidak lama-lama berendam dalam bathup, setelah selai semuanya aku segera keluar kamar dan kudengar suara TV di ruang tengah, ternyata si Ujang sedang nonton TV sambil duduk di lantai kayu.

“Hallo Jang.””Eh, Mas Adi, baru bangun tidur yaa?”
“Iya nih, capek sekali.”
“Mas Adi tidurnya nyenyak sekali sampai menjelang magrib baru bangun.”
“Hmm.”
“Ayo makan malamnya dimakan, Mas Adi!” lanjut Ujang.
“Ok, tapi kamu temani aku makan yaa,” kataku.
“Nggak, mau Mas, Ujang sungkan sama Mas Adi.”
“Aku nggak apa-apa kok, kamu jangan anggap aku juragan kamu, tapi anggap aku sebagai teman atau kakak kamu, gimana? oke?”
“Baiklah, Mas.”

Dengan ragu-ragu Ujang menyeret kursi di meja makan itu sampai.. “Ayolah, Jang nggak usah takut dan nggak usah sungkan segala.” Akhirnya malam itu Ujang mau makan semeja denganku walaupun masih ada perasaan sungkan, hal ini kurasakan ketika makan Ujang selalu tertunduk dan tidak banyak berbicara. Aku masih bisa memaklumi karena oomku tidak pernah memperlakukan Ujang seperti ini.

Setelah makan malam selesai, Ujang segera membereskan semua piring kotor untuk dibawa ke dapur dan sekalian mencucinya. Setelah semuanya dibereskan, kemudian Ujang mengunci pintu belakang yang menuju halamam belakang, menutup tirai-tirai yang ada disetiap jendela kemudian dia mengambil tempat lagi di depan TV dengan duduk di lantai.
“Mas Adi nggak pengin jalan-jalan lihat pemandangan Puncak di waktu malam,” tanya Ujang.
“Nggak ahh, lagi males, dingin lagi karena masih belum beradaptasi, dan lagi aku merasakan pegal-pegal di seluruh tubuhku,” jelasku.
“Mas Adi, mau kalau Ujang pijitin,” katanya lagi.
Tanpa dikomado untuk yang kedua kalinya segera kuiyakan saja tawaran Ujang ini.
“Emangnya kamu pinter mijit,” basa-basiku.
“Yaa, hanya sekedar mijit aja, tapi nggak seahli tukang pijit,” sambungnya lagi.
“Okelah kalau gitu, kamu kunci semua pintu dan aku tunggu di dalam kamar yaa,” pintaku.

Ujang segera bangkit dari duduknya, menuju pintu depan dan menguncinya serta mematikan lampu yang ada di ruang tamu, kemudian kudengar Ujang mematikan TV yang ada di ruang tengah. Pada saat yang bersamaan aku segera melepaskan semua pakaianku dan yang tinggal hanya CD-ku yang berwarna kuning gading. Sambil telungkup aku menunggu Ujang masuk ke kamarku, hatiku berdebar-debar sehingga memicu jantungku berdetak lebih cepat lagi yang membuat badanku terasa panas. Kudengar langkah kaki Ujang menuju ke kamarku dan membuka pintu kamarku.
“Permisi yaa Mas Adi.”Sambil kurasakan tangannya menyentuh punggungku.
“Eh, badan Mas Adi kok panas, Mas Adi sakit yaa,” katanya lagi.
“Ah nggak kok, mungkin perasaanmu saja,” balasku.

Kemudian, kurasakan tangannya mulia menari-nari di punggungku, leherku, tangan dan jariku, kemudian mulai memijit kakiku dari ujung jari menuju ke atas dan terus ke pahaku, karena aku diperlakukan seperti itu yang membuat batang kemaluanku berdiri tegang penuh, kuharapkan Ujang tidak mengetahuinya. Kemudian Ujang memijit pinggulku yang makin membuat aku blingsatan karena rabaan tangannya dibokongku yang membuat batang kemaluanku makin berdenyut-denyut. Untung saja lampu dalam kamarku hanya diterangi lampu lima watt saja sehingga suasanya hanya remang-remang saja. Setelah Ujang selesai dengan bagian belakang tubuhku, maka dia memintaku untuk telentang dan aduh gimana nih, padahal kepala batang kemaluanku udah nyembul keluar dari CD-ku yang mini ini, tapi dengan laga cuek akhirnya aku balikkan juga badanku dan tepat di hadapan mata Ujang batang kemaluanku yang berdenyut-denyut itu membuat pemandangan tersendiri bagi Ujang.

Aku ingin tahu apa yang akan diperbuat Ujang terhadap batang kemaluanku yang sudah tegang penuh itu. Ternyata Ujang bisa cuek juga, pikirku dalam hati, karena dia dengan santainya tetap melanjutkan untuk memijat kakiku bagian depan dari ujung kaki sampai ke paha yang makin membuatku tambah tegang penuh, karena aku tak kuat disiksa seperti ini akhirnya kupegang tangan Ujang dan kubimbing ke arah batang kemaluanku yang tegang penuh itu sambil kataku, “Jang, sekalian yang ini kamu pijitin sekali biar enak,” kataku.
“Ih, Mas Adi, bisa-bisa aja, nggak mau aah,” tolak Ujang.
“Ayo dong, Jang!”

Akhirnya dengan malu-malu dipegangnya juga batang kemaluanku, karena aku merasa tidak bebas karena adanya CD-ku, maka segera kupelorotkan CD-ku sehingga kini aku jadi telanjang bulat di hadapan Ujang yang masih berpakaian lengkap itu. Kurasakan hangatanya kocokan tangan Ujang di batang kemaluanku yang 17 cm itu dibuat mainan oleh Ujang, sampai aku menggelinjang-gelinjang.

“Jang..”
“Ada apa Mas?”
“Aku khan udah telanjang, biar adil kamu juga harus telanjang juga,” pintaku.
“Ih, Ujang malu Mas” katanya.”Nggak apa-apa, ayo cepet buka bajumu semuanya.”

Dengan ragu-ragu Ujang mulai membuka kancing bajunya satu persatu dan aku segera mengarahkan tanganku ke arah jendolannya yang siang tadi sudah menggoda aku dan kurasakan batang kemaluannya juga tegang, besar, kenyal dan panjang. Segera kubantu untuk memelorot celana pendek gombornya itu, kemudian kupelorot CD-nya dan kulihat sebuah batang kemaluan yang berdiri tegak mengacung panjang sampai menyentuh pusarnya, kurang lebih hampir 21 cm dan berwarna hitam dengan kepala kemerah-merahan, lebih besar dan lebih panjang daripada batang kemaluanku. Setelah beberapa saat aku mengagumi batang kemaluan Ujang, segera kuraih dan kukocok dan ternyata dia diam saja, kutelentangkan Ujang di atas tempat tidur dan mulai aku mencumbuinya mulai dari cuping telinganya, lehernya kemudian turun lagi ke arah putingnya dan kudengar rintihan-rintihan dan desisan yang keluar dari mulut Ujang.

Kemudian kuarahkan kecupanku ke arah pusarnya dimana kepala batang kemaluannya tepat berada kukecup kepala batang kemaluannya yang meradang dan mekar membesar itu, kujilati daerah V-nya dan kudengarlenguhan Ujang makin keras kemudian kepala batang kemaluannya kumasukkan dalam mulutku dan mulai kuhisap dan kumasuk-keluarkan dalam mulutku dan kurasakan ketegangan pada batang kemaluannya makin memuncak dan kurasakan semburan cairan hangat mengenai langit-langit mulutku dan kurasakan cairan asin, manis dan amis memenuhi rongga mulutku dan kutelan habis semuanya.

Lalu kudengar, “Aaahh, aaduuhh Mas Adi, aakuu diapain saja nih, kook eenaak beeneerr.”
“Ooohh, aauucchh..”
“Aaayoo, Mass, Ujang mau lagi, Mass..”

Eh, ini anak belum tahu rasanya, sekali tahu rasanya jagi ketagihan nih, kataku dalam hati. Karena Ujang keluar duluan maka aku menindih tubuhnya sambil kuselipkan batang kemaluanku diantar pahanya dan kuminta dia untuk menjepitnya dengan kuat sampai akhirnya aku mencapai puncaknya dan kukeluarkan spermaku di atas perutnya sehingga perut Ujang penuh dengan leleran spermaku yang kemudian kuratakan ke arah dadanya sekali dan kulihat batang kemaluan Ujang sudah menegang lagi aku segera mengambil inisiatif untuk menghisapnya lagi dan kulumuri batang kemaluannya dengan air ludahku sampai cukup basah semuanya kemudian aku mengangkanginya dan jongkok di depannya serta mengarahkan batang kemaluannya ke arah lubang anusku.

Ketika batang kemaluan Ujang yang besar itu mulai memasuki lubangku, kurasakan sakit sekali karena batang kemaluan Ujang memang sangat besar dan panjang, senti demi senti kumasukkan perlahan-lahan sampai akhirnya amblas semuanya kutahan untuk beberapa saat sampai rasa sakit itu berangsur-angsur hilang dan kurasakan ada sesuatu benda kenyal yang mengganjal di dalam lubangku, aku naik-turunkan badanku dan kudengar rintihan dan lenguhan Ujang makin lama makin keras dan memburu dan kurasakan ada cairan hangat yang menyembur di dalam lubang anusku. Aku segera berlari ke kamar mandi yang ada di kamar itu dan kubersihkan diriku, kuguyur tubuhku dengan air hangat yang memancar dari shower, kubiarkan pintu kamar mandi terbuka sehingga aku bisa melihat Ujang masih menikmati sisa-sia kenikmatannya. Ketika dia menoleh ke arahku, kulambaikan tanganku untuk untuk memanggilnya agar bersama-sama mandi di bawah guyuran air shower ini.

Rupanya dia mengerti keinginanku, dia segera bangun dari tidurnya dan menuju ke kamar mandi dan ikut mengguyurkan dirinya di bawah shower, sambil saling menyabuni badan kami masing-masing terlebih-lebih menyabuni batang kemaluan lawan mainnya sampai tegang kembali. Akan tetapi tidak sampai terjadi ML di dalam kamar mandi itu, karena hari sudah malam, maka kami segera mengeringkan badan kami. Dan kulihat Ujang ingin segera berpakaian dan kembali ke kamarnya, akan tetapi aku mencegahnya, agar malam ini dia tidur di kamarku saja dan tidak usah berpakaian. Akhirnya kami berdua dalam keadaan telanjang bulat langsung nyungsep di bawah selimut yang tebal sambil berpelukan untuk saling memberi kehangatan di malam yang dingin itu dengan perasaan puas karena bisa saling memberi kenikmatan.

Ketika menjelang pagi kurasakan ada sesuatu yang hangat, kenyal dan bergerak-gerak menyentuh perutku, aku segera bangun dan kulihat Ujang masih terlelap di sampingku sambil tangannya melingkar di atas perutku dan kudengar dengkuran kecil keluar dari mulutnya, dan ternyata benda hangat itu adalah batang kemaluan Ujang yang sudah menegang kembali menjelang pagi ini. Segera kuraih batang kemaluan Ujang yang sudah tegang itu kukocok perlahan-lahan dan kulihat dia menikmati kocokan tanganku itu, dengan menggeliatkan tubuhnya sehingga tubuhnya terlentang sehingga batang kemaluannya yang tegang itu seperti tugu Monas yang sedang menjulang tinggi, segera kuhisap batang kemaluannya, mungkin karena keenakan sehingga dia akhirnya Ujang terbangun.

“Eh, Mas Adi, aduh enak lho Mas Adi, kalo digitukan,” kata Ujang polos.
“Kamu mau coba nggak ngisep batang kemaluanku.”
“Aduh, aku nggak bisa nih Mas Adi.”
“Ayo kamu coba dulu.”

Akhirnya aku mengambil posisi 69, sehingga batang kemaluan Ujang tepat didepan mulutku dan batang kemaluanku pun tepat di depan mulut Ujang, akan tetapi dia masih ragu-ragu, mula-mula batang kemaluanku dikocok-kocoknya dengan perlahan-lahan, kemudian diciumnya dan akhirnya kurasakan sesuatu yang hangat dan basah menyentuh batang kemaluanku, ternyata Ujang berusaha untuk menjilati batang kemaluanku. Kurasakan beberapa saat kemudian kurasakan jilatan itu berubah menjadi hisapan pada batang kemaluanku, sedangkan mulutku tetap menghisap batang kemaluannya tangan mulai bergerilya untuk merusaha mencari lubang anusnya yang masih terasa sempit sekali. Aku lumuri jariku dengan air liurku kemudian kumasukkan dalam anusnya setelah agak lancar maka mulai dua buah jariku masuk ke dalam anusnya sampai akhirnya tiga jariku bisa masuk ke dalam anusnya. Kucabut batang kemaluannya dari mulutku dan juga kucabut batang kemaluanku dari mulutnya, segera kutelentangkan dia, kuangkat kedua belah kakinya sehingga lubang anusnya mendongak ke atas.

“Aku ingin memasuki lubang kamu, Jang.”
“Mungkin untuk pertama kali akan terasa sakit, tapi kamu tahan yaa Jang,” pintaku.
Dia tidak bereaksi hanya mengangguk perlahan, segera kupegang batang kemaluanku dan kumasukkan ke dalam lubangnya yang masih terasa sempit sekali, sehingga aku harus berulang-ulang mencobanya, sampai pada usahaku yang ketiga aku baru berhasil memasukkan batang kemaluanku ke dalam lubangnya dan kudengar erangan Ujang karena kesakitan dan kulihat ada aliran air bening yang keluar dari kedua belah matanya. Sambil mencengkeram kasur dia menahan masuknya batang kemaluanku senti demi senti. Setelah semuanya bisa masuk sampai pangkalnya aku segera berdiam diri untuk memberikan kesempatan kepada Ujang untuk beradaptasi dengan keadaan batang kemaluanku berada di dalam lubangnya itu. Setelah beberapa saat aku mulai menggenjotkan pinggulku maju-mundur di atas pantat Ujang, sampai akhirnya aku tak tahan lagi merasakan keenakan karena lubang anus Ujang yang masih perawan ini. Tidak berapa lama kemudian akhirnya aku muncrat juga di dalam lubang anus Ujang.

“Aaahh, aaduuhh Jaangg.”
“Eeennaakk Jaang pantatmu, Jang.”
“Perawan lagi Jaang, beruntung aku dapet kamu Jaang..”

Sampai akhirnya aku menggelosor di atas dada Ujang, sedangkan batang kemaluan Ujang masih tegak berdiri dan dia juga ingin minta jatah juga untuk segera dikeluarkan isinya, maka segera aku telentang sambil mengangkat kakiku dan kusuruh Ujang untuk memasuki lubangku yang tentunya sudah tidak perawan lagi. Ujang pun menuruti kemauanku dengan segera, dia menancapkan batang kemaluannya yang besar dan panjang itu ke dalam lubang anusku dan kemudian menggenjotnya dan tak berapa lama kemudian kudengar lenguhan yang keras dan.. “Croot.. croot, crroot..” kurasakan denyutan dan semburan spermanya di dalam lubangku.

Pagi itu, kami mandi berdua di dalam bathup sambil berendam air hangat, saling menyabuni tubuh kami masing-masing, membersihkan batang kemaluan lawan mainnya, berpelukan di dalam bathup sambil merasakan air hangat. Ketika kami selesai mandi hari sudah siang karena matahari sudah tinggi dan jam dinding sudah menunjukkan pukul 07.00, Ujang jadi kelabakan, karena dia belum membereskan dan membersihkan rumah yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya, biasanya dia jam 05.00 pagi sudah mulai bersih-bersih rumah, menyapu kebun, menyiapkan sarapan dan sebagainya. Akan tetapi hari itu aku tidak menuntut semua kewajiban dan tanggung jawab Ujang terpenuhi semuanya karena semua ini memang kesalahanku juga.

“Jang, nyapu kebunnya besok aja, khan Oom baru pulang dua hari lagi,” kataku.
“Terus beresin rumah entar siang aja, mendingan sekarang kita buat sarapan bareng-bareng saja yaa..” kataku.
“Baiklah, Mas Adi.”
Kami berdua kemudian menuju ke dapur, karena tidak ada yang siap untuk dimakan pagi itu akhirnya, pagi itu kami bedua sarapan dengan mie instan dan telur rebus, sambil minum susu coklat panas.

Selama masih ada waktu berlibur di rumah oomku, maka aku tidak menyia-nyiakan waktu yang ada untuk setiap malam selalu ML dengan Ujang, sampai pada hari yang ketiga tiba, dimana oomku sudah kembali dari Jakarta dan tidur di rumahnya, malam itu aku begitu merasakan kesepian yang amat sangat, karena tidak mungkin aku harus tidur dengan Ujang lagi, aku jadi gelisah dan tidak bisa tidur walaupun sudah tengah malam, sampai akhirnya aku keluar kamar dan kubuka pintu yang menuju ke ruang belakang kuhampiri kamar Ujang, pintu kamarnya terkunci dari dalam, kuketuk beberapa kali tidak ada balasan akhirnya kuputuskan untuk kembali kekamarku kembali. Paginya ketika subuh, aku segera keluar dari kamarku menuju ke ruang belakang, karena aku tahu bahwa Ujang pasti sudah bangun dari tidurnya dan sudah mulai melaksanakan semua tugas rutinnya. Ternyata ketika aku berjalan ke belakang kudengar suara di dapur, ketika kulongok ternyata Ujang sedang mempersiapkan untuk memasak air dan menanak nasi, segera kuhampiri dia dan kupeluk dari belakang, Ujang agak terkejut tapi akhirnya bisa menguasai diri.

“Jang, aku semalam nggak bisa tidur. Aku selalu inget kamu, aku tadi malem mau ke kamarmu tapi terkunci dari dalam, makanya nanti malam kamar kamu jangan dikunci yaa, biar kalau aku kangen sama kamu, bisa masuk kamar kamu, oke?”
“Baik, Mas Adi,” jawab Ujang. Hari-hariku berjalan penuh dengan kejenuhan karena tidak bisa selalu bersama dengan Ujang, aku merasa kesal, aku merasa bosan, walaupun malam hari bisa bertemu dengan Ujang dan ML, akan tetapi rasanya tergesa-gesa dan seperti maling saja.

Setelah genap seminggu aku di rumah oomku, maka pagi itu aku minta ijin kepada oomku untuk pulang balik ke Surabaya, dan akhirnya aku diantar oleh oomku ke stasiun pada saat aku berada dalam mobil oomku, aku sempat melihat Ujang melambaikan tangan untukku dengan pandangan mata yang penuh dengan sejuta misteri yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Apakah aku jatuh cinta sama Ujang, atau sebaliknya Ujang yang jatuh cinta sama aku. Aku sendiri tidak bisa menjawabnya karena batinku selalu bergejolak. Di dalam mobil aku lebih banyak berdiam diri, dan kujawab pertanyaan dari oomku, sebatas yang diperlukan saja, sampai akhirnya mobil berhenti di depan stasiun kereta api yang akan membawaku kembali ke Surabaya.

Di dalam perjalanan dengan kereta api itu, alam pikiranku berjalan kembali bagai kilas balik, seperti film yang diputar ulang tentang apa yang telah terjadi antara aku dan Ujang. Aku ingin merasakan sisa-sisa kenikmatan, sisa-sisa kehangatan pelukannya, tusukan batang kemaluannya yang sepanjang 21 cm itu. Dan akankah kita akan bertemu kembali Ujangku sayang. Aku berjanji liburan semester depan aku akan mengunjungimu lagi Ujangku, asalkan kamu masih bekerja di rumah oomku. Salam manis selalu Ujangku, dan kututup adegan terakhir dalam lamunanku dengan senyumku yang kupaksakan. I always miss you, Ujang.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

TAMAT

MONA4D

PutriBokep

Create Account



Log In Your Account